Selasa, 05 Juli 2011

ISRAILIYAT


A. Pengertian Israiliyat
 
Kata Israiliyat, secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah; nama yang dinisbahkan kepada kata Israil (Bahasa Ibrani) yang berarti ‘Abdullah (Hamba Allah). Dalam pengertian lain israiliyat dinisbatkan kepada Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Terkadang Israiliyat identik dengan yahudi kendati sebenarnya tidak demikian. Bani Israil merujuk kepada garis keturunan bangsa, sedangkan Yahudi merujuk kepada pola pikir termasuk di dalamnya agama dan dogma.
Secara terminologis, kata israiliyyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadis menggunakan istilah tersebut dalam pengertian yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, ada ulama yang mendefinisikan israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani atau lainnya. Di katakan juga bahwa israiliyyat termasuk dongeng yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam sumber lama. Kisah atau dongeng tersebut sengaja diselundupkan dengan tujuan merusak akidah kaum Muslimin.
Menurut Ahmad Khalil Arsyad, israiliyyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang ada hubungannya dengan agama mereka ataupun tidak. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa agama merupakan pembauran kisah-kisah dari agama dan kepercayaan non-Islam yang masuk ke Jazirah Arab Islam yang dibawa oleh orang-orang Yahudi yang semenjak lama berkelana ke arah timur menuju Babilonia dan sekitarnya, sedangkan Barat menuju Mesir. Setelah berita (akhbar) keagamaan yang mereka jumpai dari negera-negara yang mereka singgahi. Di antara cerita-cerita yang termasuk israiliyyat itu kisah Gharaniqah, kisah Zainab bint Jahsy, cerita kapal Nabi Nuh, warna anjing Ashab al-Kahf, makanan yang diberikan kepada Maryam. Dajjal dan lain-lain.
 
 
B. Sebab-sebab Penggunaan Israiliyyat
 
Sebenarnya cara merembesnya cerita-cerita Israiliyyat ke dalam tafsir dan hadis didahului oleh masuknya kebudayaan Arab zaman jahiliyyah. Pada waktu itu hidup di tengah-tengah orang Arab segolongan Ahli Kitab, yaitu kaum Yahudi yang pindah ke Jazirah Arab sejak dahulu. Perpindahan itu terjadi secara besar-besaran pada tahun 70 M. Mereka lari dari ancaman dan siksaan yang datang dari Titus (Lihat Kitab Al-Yahudi fi Biladil Arab, oleh Israil Alfansi, hal. 9; dan Al-Arab Qablal Islam oleh Jawat Ali, Jilid 6 hal. 24; serta Banu Israil min Asfarihim oleh Muhammad Izzat Darwazah.
Tafsir dan hadis, keduanya sangat terpengaruh oleh kebudayaan Ahli Kitab yang berisikan cerita-cerita palsu dan bohong. Israiliyat juga mempunyai pengaruh yang buruk ia diterima oleh masyarakat umum dengan kecintaan yang jelas. Ia dituliskan pula oleh sebagian cendikiawan dengan mudah, sehingga kadangkala ia sampai pada keadaan diterima walaupun jelas lemah dan terang bohongnya. Padahal itu semua merupakan hal yang akan merusak akidah sebagian besar kaum Muslimin, serta menjadikan Islam dalam pandangan musuh-musuhnya sebagai agama yang penuh khurafat dan hal-hal yang tidak masuk akal.
Merembesnya cerita Israiliyyat ke dalam tafsir dan hadis secara meluas itu karena telah diketahui oleh para ulama, bahwa tafsir dan hadis itu memilki dua periode yang berbeda. Pertama, periode periwayatan, dan kedua, periode pembukuan.
1. Periode periwayatan tafsir
Rasulullah bergaul dengan para sahabatnya dan memberi penjelasan kepada mereka tentang urusan agama dan dunia dianggap penting oleh mereka atau dianggap penting oleh Nabi. Penjelasan Nabi itu mencakup juga tafsir-tafsir ayat Quran yang dianggap masih samar oleh para sahabatnya.
Para sahabat, memperhatikan dan menghafal penjelasan Nabi tersebut, kemudian mereka menyampaikannya kepada saudara-saudaranya yang tidak hadir dalam majelis Nabi dan juga kepada murid-muridnya sampai kepada tabi’in. para tabi’in meriwayatkan apa yang mereka terima dari pada sahabat kepada tabi’in lainnya, dan juga mereka menyampaikan kepada para muridnya sampai generasi tabi’it-tabi’in.
Pada periode tabi’in banyak hadis-hadis palsu, kedustaan dan kebohongan yang disandarkan kepada Rasulullah tersebar, (dianggap dari Rasul, padahal bukan, pent). Dan karena itu mereka tidak menerima suatu hadis, kecuali apaila hadis itu hadis musnad dan yakin akan keadilan perawinya dan kekuatan hafalannya.
2. Periode pembukuan tafsir
Periode ini dimulai pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriyah. Awal dari pembukaan tafsir dan hadis adalah satu, ketika Umar bin Abdul Aziz, memerintahkan semua ulama di seluruh dunia untuk mengumpulkan hadis-hadis rasul yang menurut anggapan mereka sama. Para ulama tersebut bekerja dengan sungguh-sungguh. Di antara mereka ada yang berkeliling ke negara-negara yang berbeda untuk mengumpulkan hadis Rasulullah. Termasuk ke dalam tugas lingkup ini, segala yang berpangaruh terhadap tafsir dan segala keterangan dari para sahabat dan tabi’in. apa yang mereka kumpulkan tersebut kemudian dibukukan menjadi bermacam-macam bab yang bervariasi, dan tafsir merupakan salah satu bab dari bab-bab tersebut.
Jadi, jelaslah dari apa yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tafsir dah hadis melekat pada keduanya, dua periode yang sangat jelas, yaitu periode periwayatan dan periode pembukuan. Hanya saja tafsir bil-Mansur tidak bisa dilepaskan keadaanya dari hadis.
2. Semua faktor yang melemahkan pada kedua periode itu yang menimpa tafsir pada hakikatnya menimpa hadis pula.
3. Segala cerita-cerita yang bohong dan batil yang tercampur dengan tafsir, juga terjadi pada hadis, orang-orang yang mempunyai maksud buruk dan jahat membuat hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Rasulullah. Banyak di antara hadis tersebut yang dinisbahkan keapda tafsir, dijadikan landasan dan pegangan oleh orang-orang yang tersesat dan tertipu.
Sesungguhnya bahaya cerita-cerita Israiliyyat, sebagaimana telah kita kemukakan di atas, telah merembes ke dalam tafsir dan hadis secara berangsung-angsur melalui periwayatan dan pembukuan.
3. Periode periwayatan hadis
Pada periode ini cerita israiliyat merembes ke dalam tafsir dan hadis atau dalam waktu yang sama secara berbarengan. Hal ini terjadi karena pada mulanya tafsir dan hadis merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Masalah ini terjadi pada zaman sahabat. Mereka membaca Quran yang di dalamnya terdapat kisah-kisah dan berita-berita. Mereka melihat, bahwa Quran menceritakan kisah tersebut hanyalah dalam batas nasihat dan ibarah. Apa yang terperinci mereka satukan, dan apa yang global mereka uraikan sesuai dengan pengetahuan mereka. Hal ini terjadi, dalam kondisi mereka berdekatan dengan para ahli kitab, dan juga masuk ke dalam Islam sekelompok orang dari mereka.
4. Periode pembukaan hadis
Pada periode ini, sebagaimana telah kita ketahui, hadis dibukukan dengan bantuan ilmu lain yang bermacam-macam, dan tafsir pun termasuk salah satu bagian daripadanya. Pada mulanya riwyat Mansur itu dikemukakan dengan terang sanad-sanadnya. Secara umum tafsir pada masa ini bersih dari cerita-cerita Israiliyyat, kecuali sedikit saja, itu pun tidak bertentangan dengan nas syar’i. sbagian dari cerita tersebut ada yang diriwayatkan dari Rasulullah melalui riwayat yang shahih, seperti hadis-hadis tentang Bani Israil yang terdapat dalam Shahih Bukhari mau pun kitab-kitab hadis senada lainnya.
 
 
C. Macam-macam Israiliyyat
 
Cerita-cerita Israiliyat terbagi menjadi tiga bagian, tetapi ada juga yang berbeda pandangan.
Jika dilihat dari sudut sahih dan tidaknya, cerita Israiliyat terbagi pada cerita yang sahih dan cerita yang daif (termasuk daif yang maudu). Contoh dari cerita Israiliyyat yang sahih, adalah apa yang dikemukakan oleh Ibnu Kasir di dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir, seperti dikatakan: “Menceritakan kepada kami Mustani dai Usman bin Umar dari Fulailah dari Hilala bin Ali dari Ata bin Yasir, ia berkata Aku telah bertemu dengan Abdullah bin Amr dan berkata kepadanya: Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah yang diterangkan di dalam Kitab Taurat! Ia berkata: Ya, demi Allah, sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti yang diterangkan di dalam Quran: “Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringantan”, dan pemelihara orang-orang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan rasul-Ku, namamu dikagumi, engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama Islam tegak dan lurus, yaitu dengan ucapan: Tiada Tuhan yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengannya pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, membuka mata yang buta. Atau berkata: Kemudian aku bertemu dengan Ka’b, lalu kau bertanya kepadanya tentang masalah tersebut. Maka tidak ada perbedaan kata apa pun juga, kecuali Ka’b berkata, telah sampai kepadanya: Qulubun Gaulifiyyah (hati yang tertutup), telinga yang tuli dan mata yang buta”.
Contoh cerita Israiliyat yang daif, adalah asar yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin Abdurrahman dari Abu Hatim Ar-Razi, kemudian dinukil oleh Ibnu Kasri di dalam Tafsirnya, dalam rangka menguraikan ayat pada surat Qaf ia berkata: “Sesungguhnya asar tersebut adalah asar yang garib yang tidak sahih, dan ia menganggapnya sebagai cerita khurafat Bani Israil”, lengkapnya asar tersebut, sebagai berikit:
“Ibnu Abu Hatim berkata, telah berkata ayahku, ia berkata: Aku mendapat cerita dari Muhammad bin Ismail Al-Makhzumi, telah menceritakan kepadaku Lais bin Abu Sulaim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Allah telah menciptakan di bawah ini laut yang melingkupnya, di dasar laut. Ia menciptakan sebuah gunung disebut gunung Qaf. Langit dunia ditegakkan di atasnya. Di bawah gunung tersebut Allah mencipatakan bumi seperti bumi ini, yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian di bawahnya ia mencipatakan laut yang melingkupnya. Di bawahnya lagi ia menciptakan laut yang melingkupnya. Di bawahnya lagi ia mencipatakan sebuah gunung lagi, yang juga bernama gunung Qaf Langit jenis kedua diciptakan di atasnya. Sehingga jumlah semuanya: tujuh lapis bumi, tujuh lautan, tujuh gunung dan tujuh lapis langit. Kemudian ia berkata: Uraian itu merupakan maksud dari firman Allah:
........والبحر يمده من بعده سبعة ابحر......
Artinya:
….dan laut (menjadi tintan), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya…..”. (QS. Luqman: 27).
Terhadap asar ini Ibnu Kasir mengaitkannya dengan menyatakan sanad dari asar ini terputus. Jika dilihat dari segi ini, cerita Israiliyyat terbagi menjadi tiga bagian: Pertama, yang sesuai dengan syariat kit. Kedua, yang bertentangan dengan syariat dan ketiga yang didiamkan (maksud anhu), yakni tidak terdapat di dalam yang menyatakan tidak ada manfaatnya.
Contoh kriteria yang pertama, yakni yang sesuai dengan syariat kita, adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dengan redaksi dari Imam Bukhari ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukhari ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukhari, dari Lais, dari Khalid, dari Sa’id bin Abu Hilal, dari Zaid bin Aslam, dari Ata’ bin Yasir, dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda:
تكون الارض يوم القيامة خبزة واحدة يتكفؤها الجبار بيده كما يكفأ احدكم خبزته ف السفر نزلالاهل الجنة فاتي رجل من اليهود، فقال: بارك الرحمان عليك يأبا القاسم، الا اخبرك بنزل الجنة يوم القيامة؟ قال بلي، قال: تكون الارض خبزة واحيدة كما قال النبي صلي الله عليه و سلم : فنظر النبي صلي الله عليه و سلم الينا، ثم ضحك حلي بدت نواجذه...
Artinya:
Adalah bumi itu pada hari kiamat nanti seperti segenggan roti. Allah memegangnya dengan kekuasan-Nya, sebagaimana seseorang menggenggam sebuah roti di perjalanan. Ia merupaka tempat bagi ahli sruga. Kemudian datanglah seorang laki-laki dari Yahudi, dan berkata: Semoga Allah menganggungkan engkau wahai Abal Qasim, tidaklah aku ingin menceritakan kepadamu tempat ahli surga pada hari kiamat nanti? Rasul menjawab ya tentu. Kemudian laki-laki tadi menyatakan bahwasanya bumi ini seperti segenggam roti sebagaimana dinyatakan Nabi, kemudian Rasul melihat kepada kami semua, lalu tertawa sampai terlihat geraham giginya”.
Contoh cerita Israiliyat kriteria kedua, yakni yang bertentangan dengan syariat kita, keterangan yang telah kita ketahui terdahulu dalam Kitab Safarul-Khuruj bahwasanya harun as. Adalah Nabi yang membuat anak sapi untuk Bani Israil, lalu ia mengajak mereka untuk menyebahknya. Demikian pula riwayat yang telah kita dapati dari Kitab Safarut-Takwim, bahwasanya Allah menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya pada hari yang ketujuh, lalu bersitirahatlah pada hari yang ketujuh tersebut. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam Tafsirnya, ketika menerangkan firman Allah dalam Quran surat Shad ayat 34:
ولقد فتنا سليمان والقينا علي كرسيه جسدا ثم اناب
Artinya:
Dan sesungguhnya kami telah menguji Sulaiman dan kami jadikan (dia) tergeletak di atas krusinya sebagai tubuh yang lemah (karena sakti), kemduian ia bertobat”. (QS. Shad: 34).
Contoh cerita Israiliyyat ketiga, yakni yang didiamkan oleh syariat kita, dalam arti tidak ada yang memperkuat ataupun menolaknya, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Kasir dari Su’udi di dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat-ayat tetnang sapi betina, sebagaimana dinyatakan di dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 67-74. Keterangannya adalah: “Seorang laki-laki dari Bani Israil, memiliki harta yang banyak dan memiliki seorang anak wanita. Ia mempunyai pula seorang anak laki-laki dari saudara laki-lakinya yang miskin. Kemudian anak laki-laki tersebut melamar anak perempuan itu. Akan tetapi saudara laki-laki tersebut enggan mengawinkannya, dan akibatnya, pemuda tadi menjadi marah, dan ia berkata: Demi Allah akan kubunuh pamannya, bertepatan dengan datangnya sebagian pedagang Bani Israil. Ia berkata kepada pamannya: Wahai pamanku, berjalanlah bersamaku, aku akan minta pertolongan kepada para pedagang Bani Israil, mudah-mudahan aku berhasil, dan jika mereka melihat engkau bersamaku pasti akan memberinya. Kemudian keluarlah pemuda itu beserta pamannya pada suatu malam, dan ketika mereka sampai disuatu gang, maka si pemuda tadi membunuh pamannya kemudian ia kembali kepada keluarganya. Ketika datang waktu pagi, seolah-olah ia tidak mengetahui di mana pamannya itu berada, dan berkata: Kalian membunuh pamanku, bayarlah diyatnya. Kemudian ia menangis sambil melempar-lempar tanah ke atas kepalanya dan berteriak: Wahai paman! Lalu ia melaporkan persoalannya kepada Nabi Musa dan Nabi Musa menetapkan diyat bagi pedagang tersebut. Mereka berkata kepada Musa: Wahai Rasulullah, berdoalah engkau kepada Tuhan, mudah-mudahan Tuhan memberi petunjuk kepada kita, siapa yang melakukan hal ini, nanti keputusan diberikan kepada pelaku. Demi Allah, sesungguhnya membayar diyat itu bagig kami adalh sangat mudah, akan tetapi kami sangat malu dengan perbuatan tersebut”.
Peristiwa tersebut dinyatakan Allah dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 72:
 
 
 
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama Ini kamu sembunyikan.” (QS. Al-baqarah: 72).
 
 
D. Pendapat Ulama Tentang Israiliyat
 
Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi Ushulut-Tafsir Israiliyyat itu terbagi menjadi tiga macam. Pertama, cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Israiliyyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, itu harus ditolak. Ketiga, Israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya itu didiamkan: tidak didustakan dan tidak juga dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya.
Pada Jumhur ulama tentang Israiliyat, Pertama mereka dapat menerima Israilyat selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Kedua, mereka tidak menerima selagi kisah Israiliyat tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Ketiga, tawaqquf atau mendiamkan. Mereka tidak menolak dan tidak membenarkannya, berdasarkan hadis yangdiriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar